MONEY LOUNDRY : LATAR BELAKANG, SEJARAH DAN CARA PENANGGULANGANNYA DARI SUDUT HUKUM NASIONAL DAN PIDANA INTERNASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.        LATAR BELAKANG

            Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga lembaga keuangan yang memiliki nilai teramat penting. Dalam berbagai kebijakan yag dikeluarkan dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara. Namun karena pengaruhnya yang sangat besar maka tantangan terhadap dunia perbankan ini sangat riskan. Termasuk berbagai kejahatan yang dilakukan oleh bank, kemudian bank sebagai korban kejahatan, dan bank sebagai sarana antara keduanya,

Pada beberapa tahun terakhir ini, kejahatan-kejahatan yang melibatkan uang  mulai bermunculan. Salah satunya adalah Money laundry yang jelas illegal karena memberi insentif dan perlindungan terhadap uang-uang haram. Pemimpin Bank Indonesia di Batam mengatakan melalui persetujuan bersama antara DPR dan Presiden RI yang tertuang dalam UU No. 25 tahun 2003, pencucian uang (money laundry) merupakan tindakan pidana dan atas nama hukum tindakan tersebut akan dikenakan sangsi.

Telah kita ketahui bersama bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging, dan sebagainya.

Di bidang ekonomi pencucian uang dapat merongrong sektor swasta yang sah karena biasanya pencucian uang dilakukan dengan menggunakan perusahaan (front company) untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis yang sah kalah bersaing dengan perusahaan tersebut. Bagi pemerintah sendiri dampak ikutan selanjutnya adalah meningkatnya kejahatan-kejahatan di bidang keuangan dan menimbulkan biaya sosial yang tinggi terutama untuk biaya dalam meningkatkan upaya penegakan hukumnya.

Berkaitan dengan potensi meningkatnya kejahatan di bidang keuangan tersebut, diperkenalkan prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif oleh Basel Committee on Banking Supervision dalam Core Principles for Effective Banking Supervision bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank dan terhindar dari berbagai risiko. Dengan penerapan prinsip tersebut maka bank dapat terhindar dari berbagai risiko yaitu resiko operasional, resiko hukum, resiko terkonsentrasinya transaksi dan resiko reputasi karena bank tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci uang hasil kejahatannya .

Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan  maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Untuk itu, kasus pencucian uang atau money laundry harus dipersulit atau dicegah. Dengan mempersulit dan mencegah Money laundry diharapkan ada sistem yang bisa mengurangi kegiatan-kegiatan ilegal seperti penyelundupan, korupsi, pembiayaan tindak terorisme, penggelapan pajak, dan lain-lain. Kalau seorang kriminal tidak bisa menikmati uang hasil kejahatannya, maka jelas akan berkurang kesempatan bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan.

Pada makalah ini, akan dibahas mengenai perkembangan praktek money laundry, contoh kasus dan pembahasannya, dan juga upaya untuk mencegah kasus money laundry yang terjadi baik di Indonesia maupun di Internasional.

 

 BAB II

PEMBAHASAN

 

A.        Sejarah dan Perkembangan Money Londry

Asal muasal money laundry dilakukan oleh organisasi criminal yang sering dikenal dengan sebutan mafia. Money laundry biasanya dilakukan atas beberapa alasan, seperti karena dana yang dimiliki adalah hasil curian/korupsi, hasil kejahatan (semisal pada sindikat kriminal), penjualan ganja, pelacuran, penggelapan pajak, dan sebagainya. Atas hal tersebut maka uang tersebut harus “dicuci” atau ditransaksikan ke pihak ketiga, lewat badan hukum, atau melalui negara dunia ketiga. Sehingga uang tersebut dapat diterima kembali oleh pemilik asal uang tersebut seolah-olah berasal dari hasil usaha yang legal.

Menurut Billy Steel istilah “money laundering” aslinya berasal dari bisnis Laundromats (tempat cuci otomatis) milik mafia di Amerika Serikat. Para gangster di sana telah memperoleh penghasilan yang besar dari pemerasan, pelacuran, judi dan penyelundupan minuman keras. Mereka menginginkan agar uang yang mereka peroleh tersebut terlihat sebagai uang yang halal. Salah satu caranya adalah dengan membeli atau mendirikan perusahaan yang bergerak di bisnis halal dan mencampurkan uang hasil kejahatannya dengan uang halal tersebut. Laundromats dipilih oleh para gangster ini sebab usaha Laundromats dilakukan dengan menggunakan uang tunai dan pasti menguntungkan sebagaimana yang dilakukan oleh Al Capone .

Ada dua sumber dana haram yang biasanya digunakan dalam praktek money laundry, yaitu dana yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dana tersebut bergentayangan dan dicarikan tempat yang aman untuk menyimpannya oleh pemiliknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya “Dragon Bank”. “DRAGON BANK” merupakan salah satu lembaga keuangan yang mengelola “uang haram” setelah menerima pemutihan ( money laundering ) dari pemilik dana dan berpusat di Vanuatu Pasifik selatan.

Kemudian sesuai dengan dinamisnya perkembangan peradaban, cara-cara memperoleh uang kotor dikategorikan menjadi dua. Pertama, memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum, yakni dengan drugs trafficking, bribery, prostitution, terrorism, dan lain-lain. Kedua, dengan pengelakan pajak, yakni memperoleh uang secara halal namun hanya sebagian yang dilaporkan kepada pemerintah .

B.        Difinisi dan tujuan money Loundry

Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram istilahnya proceed of crime. Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Jadi dalam pengertian popular, pencucian uang itu, ada uang haram atau uang tidak sah kemudian dengan perbuatan dan proses tertentu, dikaburkan atau disembunyikan asal usulnya dijauhkan kemudian seolah-olah nanti muncul uang yang sah atau uang yang halal .

Dalam pengertian yuridis pencucian uang dibedakan dalam dua tindak pidana : pertama tindak pidana aktif, di mana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah .

Kedua dalam pasal 6 UU No. 25/2003, disebutkan tentang tindak pidana pencucian yang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu untuk mengaburkan, menyembunyikan asal-usulnya. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang.

Apabila para kriminal itu berhasil melakukan pencucian uang maka akan semakin dekat dengan tujuan pencucian uang tersebut yaitu :

1.         Menjauhkan dari kegiatan kriminal yang menghasilkan duit haram itu, sehingga dapat menyulitkan pihak otoritas untuk menangkap mereka.

2.         Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas haram tersebut, sehingga apabila pelaku kriminal itu ditangkap, maka uang tersebut  tidak dapat disita atau dirampas.

3.         Menikmati manfaat dari uang haram tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak otoritas

4.         menginvestasikan uang haram tersebut pada kegiatan kriminal yang akan datang atau dalam kegiatan usaha yang sah.

Ada banyak sekali cara untuk “mencuci” uang. Metode money laundry dan yang paling sulit dideteksi adalah lewat pasar modal, karena pasar modal memiliki perangkat hukum yang melindungi identitas nasabah (kecuali bila sudah terbukti merupakan tindak kejahatan). Menurut H.M. Muchtar Noerjaya dari FKB, modus operandi yang digunakan dalam money laundry sangat mudah dan sederhana. Misalnya, dana yang dihasilkan dari kejahatan dan tindak pidana korupsi pada umumnya tidak langsung dibelanjakan, tapi disembunyikan atau disamarkan terlebih dahulu, dengan memasukkan dana itu ke dalam sistem keuangan, utamanya bank.

Salah satu contoh kasus money laundry misalnya yang terjadi pada pejabat daerah di daerah Bontang, Kalimantan Timur. Sumber dana dalam kasus money laundry itu sebesar Rp. 500 juta dan berasal dari korupsi dana proyek peningkatan mutu relevansi SDM senilai Rp1,5 M pada tahun 2006. Dana tersebut tidak langsung dibelanjakan, namun disimpan di bank dengan menggunakan rekening atas nama pribadi. Namun itu merupakan kesalahan yang fatal. Karena bila disimpan di bank, akan mudah dilacak oleh pihak yang berwenang.

Selain disimpan di bank, biasanya pelaku kasus money laundry melarikan dananya ke luar negeri. Uang tersebut dapat disimpan di salah satu bank di negara tersebut atau langsung di kucurkan untuk mendanai proyek tertentu yang menguntungkan bagi pihaknya. Pada umumnya, pelaku money laundry akan menyimpan di negara-negara yang belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara asal pelaku. Sehingga negara asal akan kesulitan mencari jejak aliran dana tersebut di luar negeri.

C.        Tahapan Proses Money Loundry

Untuk itu akan dijelaskan di bawah ini tiga tahap pencucian uang :
1.         Placement

Fase pertama dari proses pencucian uang haram ini ialah memindahkan uang haram dari sumber di mana uang itu diperoleh untuk menghindarkan jejaknya. Atau secara lebih sederhana agar sumber uang tersebut tidak diketahui oleh pihak penegak hukum. Metode yang paling penting dari “placement” ini adalah apa yang disebut sebagai “smurfing”. Melalui “smurfing” ini, maka keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.

2.         Layering

Setiap prosedur “placement” yang berarti mengubah lokasi fisik atau sifat haram dari uang itu adalah juga salah satu bentuk “layering”. Strategi “layering” pada umumnya meliputi, antara lain, dengan mengubah uang tunai menjadi aset fisik, seperti kendaraan bermotor, barang-barang perhiasan dari emas atau batu-batu permata yang mahal, atau real estate.

3.         Integration

Dengan perkataan lain, pelaku kriminal harus mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses ekonomi yang normal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu yang menyangkut pinjaman uang.

Ketiga tahapan pencucian uang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan ”disassociation” antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak si penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya.       Sebagaimana diketahui, harta kekayaan dari hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejahatan dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait (pelaku tindak pidana) dan pada akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Dengan kata lain, pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu sendiri.

D.        Pencegahan dan Penanggulangan Money Loundry

            Indonesia merupakan surga bagi pelaku pencucian uang ( money laundering ). Hal itu disebabkan, antara lain, ketentuan deposito dari nasabah yang tidak boleh diusut asal-usulnya, belum adanya UU pencucian uang dan kerahasiaan nasabah yang begitu ketat. Pada tanggal 19 Desember 1988, Indonesia telah bergabung dengan organisasi internasional yaitu United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention dengan komitmen untuk memberantas kasus money laundry internasional.

Kemudian Indonesia mengambil langkah untuk pemberantasan kasus money laundry di dalam negeri dengan menciptakan Undang-undang Nomor 7 tahun 1997. Indonesia juga menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana dan mengambil langkah-langkah dengan membuat peraturan-peraturan tertentu agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan membekukan/menyita dana yang tidak jelas asal usulnya.

Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party. Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain 40 rekomendasi FATF dan core principle no. 15 dari Basel Committee on Banking Supervision .

Oleh karenanya Bank Indonesia juga memberikan langkah konkret dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Peraturan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah itu didasarkan pada Basle Committee on Banking Regulation dalam Core Principles for Effective Banking Supervision, dimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank, maka bank perlu menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah secara lebih efektif. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) tersebut juga didasarkan sebagaimana yang dikemukakan FATF untuk pencucian uang, dimana Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) merupakan upaya untuk mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran kejahatan, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
Upaya pemerintah tidak hanya berhenti disitu saja. Pada tahun 2002, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) (selanjutnya disebut “UUTPPU”) yang berlaku sejak diumumkan pada tanggal 17 April 2002. Hal tersebut dilakukan untuk menanggapi keputusan FATF tanggal 22 Juni 2001, yang memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries and teritories) untuk memberantas aksi money laundring, sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh Financial Actions Task Force on Money Laundring (FATF) yang merupakan satgas dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Dalam rekomendasinya, FATF mengkategorikan beberapa risiko bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya yang terkait dengan penggunaan institusinya untuk keperluan pencucian uang. Risiko-risiko tersebut antara lain sebagai berikut :

1.         Transaksi yang dilakukan oleh Politically Exposed Persons (PEPs)

2.         Correspondent banking

3.         Pelayanan jasa keuangan tanpa bertatap muka dengan melalui saran elektronis (electronic and other Non Face-to-Face Financial services)

4.         Transaksi penarikan tunai

5.         Penyimpanan dan transfer dana melalui ATM, dan

6.         Electronic money (purses and cards).

Sedangkan upaya Penanggulangan money laundry secara Internasional, Indonesia melalui Menteri Kehakiman dan HAM pada saat itu, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan akan segera memberlakukan UU untuk memberantas kasus money laundry. Diharapkan UU tersebut dapat memberantas pelaku money laundry di luar negeri, terutama bagi mereka yang melakukannya di negara-negara yang belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, seperti Singapura.

Selain itu, Indonesia juga telah menjadi anggota United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention yang lahir di Wina, Austria pada tanggal 19 Desember 1988 dan ditandatangani 106 negara. Dengan adanya organisasi tersebut, diharapkan akan muncul upaya untuk melakukan pemberantasan kasus money laundry di tingkat internasional yang disebut dengan “The International Anti-Money Laundering Legal Regime”. Hal tersebut merupakan awal untuk pengawasan internasional terhadap kasus money laundry. Selanjutnya, anggota dari organisasi tersebut diwajibkan untuk menjadikan kasus money laundry sebagai suatu kriminal dan kejahatan berat sehingga setiap anggota diharuskan mengambil langkah untuk membuat Undang-undang dan peraturan untuk melaksanakan komitmen tersebut.

 

 

 BAB III

PENUTUP

 

A.        Kesimpulan

            Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Money laundry merupakan salah satu contoh cara menhilangkan jejak dana hasil kejahatan seperti korupsi, penggelapan pajak, dan sebagainya. Kasus money laundry saat ini tidak hanya merambah pada lembaga-lembaga keuangan dan badan hukum, namun juga sudah merambah lembaga keagamaan. Modus dari money laundry juga sederhana, yaitu menyimpan atau melarikan dana hasil kejahatan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri untuk digunakan demi kepentingan pelaku.

Upaya pencegahan dilakukan baik di tiap negara ( secara domestik ) maupun secara internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan internasional adalah sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun keluar dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal usul dana yang akan di simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau  yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar negara dan meningkatkan komitmen untuk memberantas money laundry.

 

DAFTAR PUSTAKA

I Ktut Sudiharsa, PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENCUCIAN UANG DI PERBANKAN. wordpress.com

 

Azamul Fadhly Noor, Sejarah Pencucian Uang, wordpress.com
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.
Yunus Husein, Indonesia Masuk Daftar Hitam Soal Pencucian Uang.
J.E. Sahetapy, “Business” Uang Haram, komisi hukum nasional.
PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) DAN ANTI PENCUCIAN UANG (ANTI MONEY LAUNDERING), bi.go.id

 

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Tinggalkan komentar